Friday, April 26, 2013

Keterpaksaan Pagi


Gelap sebelum cerah, mendung ribut berebut, matahari tercampakan, terlalu cepat bangun,,,apa sudah hilang peluh setelah mengamuk di ufuk sana??? aku mencari kepulan asap sarat racun dibibir pintu sambil menterjemahkan mimpi, sambil berkelit dari kebohongan mimpi, ia menutup mata bahwa lazuardi selalu berpesan teror setelah subuh, dan tak ada lagi cerita tentang senyumnya                                              
Maka itulah sebenarnya kebohongan malam ini


Ciuman malam itu banyak melibatkan intuisi dan gairah tanpa adanya interupsi yang tak bisa digantikan dengan bicara atau sesi intim,seperti menikmati penantian pada candu memelihara rindu
Sekali lagi pikirkan tentang kesetiaan nabi yusuf yg rela memilih kamar penjara dr pada kecantikan putri zulaikha, ketulusanya tersirat dlm dogma kebisuan dinding dinding kaligrafi yg menyangga setiap lekuk keeolokan
kubah                                                                                                                                        

Dan jangan hiraukan aku, hanya manusia yg gagal mengkultuskan kesetiaan padamu, maka maafkanlah seperti matahari terbenam,memberi kesempatan pada bulan menjadi objek terindah siluet hitam keabadian gelap,                                                                                                                                                           Kita sadar, biarkan bulan tertawa dibalik cadarnya dan biar juga picisan ini berkarat, biar mengurai makna agar tak ambigu,seperti merah muda yang tak selalu punya rumah

Cukup, jangan ambisius karena mempunyai idealis seperti ini,tuhan tidak pernah salah merubah mimpi menjadi kenyataan di altar senja nanti, Dengan sedikit berkorban semoga menjadi sebuah kebaikan,memang terkadang sebuah paham bernama kejam itu tidak pandang bulu,kita adalah tuan rumah,yang datang adalah tamu,terkadang dia menginap,beberapa ada yang pergi tanpa pamit. Setelah ini masih ada ratusan tangan yg terus meminta ditepuk. Ada ratusan mata terus meminta ditatap
Mari,aku slalu merangkulmu, jika harus memaksamu demi pagi dimana kita sangat terjaga dengan secangkir teh dan koran harian, TAPI pada lazuardi pagi ada pelangi bermukim sewindu yang tak pernah terbit kecupkan rindu-rindu liar                                                                                                               

Kita bergumul dengan sayatan sayatan pedih,makan - memakan kata,telan - menelan diksi hingga akhirnya malam kembali sadarkan kita dengan tamparan

0 comments:

Post a Comment