Tuesday, May 28, 2013

KECERDASAN RUHANI SEBAGIAI PUSAT DARI SELURUH KECERDASAN



A.Qolbu (Hati Nurani) Sebagai Pusat kecerdasan Ruhani

Pengertian Qolbu merupakan bentuk masdar dari maddi Qolaba yang artinya “berubah-ubah, bolak-balik, tidak konsisten, berganti-ganti”. Qolbu merupakan tempat di dalam jiwa manusia yang merupakan titik sentral atau awal dari segala awal yang mengerakkan perbuatan manusia yang cenderung kepada kebaikan atau keburukan. Qolbu juga merupakan Saghafa atau hamparan yang menerima suara hati (conscience) yang berasal dari ruh dan sering pula disebut dengan Nurani ( bersifat Cahaya) yang menerangi atau memberikan arah pada manusia untuk bertindak dan bersikap berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimilikinya. Seperti yang ungkap nabi yaitu :

“Sesungguhnya didalam jasad manusia ada Mudhghah (segumpal darah), apabila dia berfungsi dengan baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila rusak, maka rusaklah seluruh tubuh, Mudhghah itu adalah hati”. (HR. Bukhori-Muslim )

Dengan hati yang bersih (tazkiyatul Qulub ) itulah, Allah ingin memanusiakan manusia, memuliakannya dari segala mahluk ciptaannya. Sebaliknya karena hati itu pula, manusia membinatangkan dirinya sendiri. Hal ini bias terjadi dikarenakan hati merupakan titik sentral kecerdasan dan sekaligus kebodohan ruhaniah bagi manusia. Itulah Allah menempatkan hati sebagai sentral kesadaran manusia sehingga Allah sendiri tidak memperdulikan tindakan yang kasat mata, bahkan Allah nemaafkan kesalahan yang tidak disengaja disuarakan oleh hati nuraninya pembuat.

“…Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hati (qolbu) mu.” (al- Ahzab: 5, Albaqorah: 225)

Allah tidak memandang apa yang tampak, tetapi lebih melihat yang lebih esensial, yaitu hati manusia, karena dari sinilah berangkat segala tindakan yang autentik. Rasul bersabda,
“ Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk wajahmu,tidak memandan badanmu, melainkan memandang hatimu (qolbumu)”.

Di riwayatkan oleh umar bin khottob dalam hadist ar ba’in Nawawi,
“Sesugguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang telah diniatkan. Dan barang siapa berhijrah karena (ingin mendapat keridhoan) Allah dan rasul-Nya.Dan barangsiapa yang hijrah karena dunia yang dikehendakinya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang diniatkan”.

Dari hadist diatas mengambarkan bahwa segala bentuk perbuatan manusia, Allah hanya menilai dari apa yang ia niatkan sebai pencerminan hati, bukan pada sesuatu yang tampak kasat mata. Oleh karena itu kecerdasan rohani sangat di tentukan oleh upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan hati (tazkiyah, tarbiatul Qulub) sehingga mampu memberikan nasihat dan arah tindakan serta caranya kita mengambil keputusan. Hati harus senantiasa berada pad posisi menerima curahan ruh bermuatkan kebenaran dan kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Rasul bersabda,

“ Mintalah nasihat pada dirimu, mintalah nasihat pada hati nuranimu (istafti nafsaka, istafti qolbaka) wahai habislah (Nabi mengulanginya tiga kali). Kebaikan adalah sesuatu yang membuat jiwa tenang dan membuat hati tenang. Dosa adalah sesuatu yang membuat jiwa tidak tentram dan teras bimbang didalam hati.” (HR. Ahmad )

Salah satu fungsi hati (qolbu) adalah merasakan dan mengalami, yang artinya dia mampu mampu menangkap fungsi indrawi yang dirangkum dan dipantulkan kembali kedunia luar, dan proses tersebut disebut dengan proses menghayati. Dalam proses mengalami dan menghayati, dia sadar akan seluruh tanggung jawab perbuatannya. Pengalamannya bersifat kuantitatif physical (badani, nafsiyah), sedangkan penhayatan bersifat kualitatif physical spiritual (ruhaniah).
Pada tubuh manusia terdapat tiga demensi yang yang melekat yaitu:

1. Dimensi rasa indrawi (badaniah) yaitu rasa yang mampu mersakan rasa manis, pahit, asin dan lain sebagainya.
2. Dimensi rasa vital ( nafsiyah) yaitu rasa yang mampu merasakan segar, bugar, dan lain sebagainya.
3. Rasa Qolbiah yaitu rasa yang mampu mersakan rasa cinta, benci, bahagia dan derita (sa’adah, saqowwah) termasuk didalam rasa qolbiah ini adalah rasa yang paling luhur yaitu rasa ruhaniyah yang mencakup kearifan dan kebenaran Illahiah atau yang sering kita kenal dengan ma’rifah.

B.Macam- macam Kecerdasan
Howard Gardner seoramg professor dari Harvard University memperkenalkan delapan kecerdasan:
1. Linguistic Intelligence yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan dengan kemampuan menangkap kata-kat dan kemampuan menyusun kalimat.
2. Logical-Mathematical intelligence yaitu kemampuan menhitung, aritmatic, dan berfikir logis, analatis sampai pada system berfikir yang rumit.
3. Musical Intelligence yaitu kemampuan memahami nada music, komposisi.
4. Spatial Intelligence yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dalam perpektif (think inpicture), mampu mempersepsi lingkungan, mampu memekspresikan gagasan dalam gambar, coretan, atau lukisan.
5. Bodily Kinesthetic Intelligence yaitu kemampuan menkoordinasikan fisik atau tubuh, utamanya kita lihat dalam gerak para atlit.
6. Interpersonal Intelligence yaitu kemampuan dalam memahami orang lain.
7. Intraporsonal Intelligence yaitu kemampuan memahami emosi sendiri.
8. Naturalist Intelligence yaitu kemampuan mengenal benda-benda di sekitar.

Gardner tidak sedikitpun menyinggung tentang spiritual intelligence pada hal dalam budaya atau studi antropologi diperoleh fakta bahwa setiap individu memiliki perasaan adanya “kekuatam spiritual”.
Dalam pembahasan di sini, justru kekuatan rohaniah merupakan kekuatan inti dari kecerdasan tersebut.
Rasa ruhaniyah merupakan rasa yang paling fitrah yaitu sebuah potensi yang secara hakiki ditiupkan kedalam tubuh manusia ruh kebenaran, yang selalu mengajak pada kebenaran. Pada ruh tersebut terdapat potensi bertuhan.

“Kemudian Dia menyempurnakan nya dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan)-Nya dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” ( As-Sajdah : 9 )

Ayat ini memberikan isyarat bahwa manusia terlahir dengan dibekali kecerdasan yang terdiri lima bagian utama kecerdasan, yaitu sebagai berikut :

1. Kecerdasan ruhaniyah (spiritual iltelligence) kemampuan seseorang untuk mendengarkankan hati nuraninya, baik buruk dan ras moral dalam menempatkan diri dalam pergaulan.
2. Kecerdasan intelektual yaitu kemampuan seseorang dalam memainkan potensi logika , kemampuan berhitung, menganalisa, dan matematik (logical mathematical intelligence)
3. Kecerdasan Emosional (emotional intelligence) yaitu kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri (sabar) dan kemampuannya memahami irama, nada, music, serta nilai-nilai estetika.
4. Kecerdasan sosial yaitu kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain, baik individu maupun kelompok. Dalam kecerdasan ini termasuk pula interpersonal, intrapersonal skill, dan kemampuan berkomunikasi (linguistic Intelligence).
5. Kecerdasan fisik (bodily-kinesthetic Intelligence) yaitu kemampuan seseorang dalam menkoordinasikan dan memainkan isyarat-isyarat tubuh.
Seluruh kecerdasan tersebut, harus berdiri diatas kecerdasan ruhaniah sehingga potensi yang dimilikinya menhantarkan diri kepada kemuliaan ahlak. Karena kecerdasan rohani berasal dari ruh kebenaran yaitu energy batin yang dipancarkan oleh ruh misteri yang tidak dapat ditangkap oleh indrawi, tidak terpenjara oleh dimensi-dimensi atau ukuran bendawi, bahkan sebaliknya ruh tersebut mampu mengatasi ruang dan waktu. Dia adalah cahaya Allah (Nurullah) yang disemai keseluruh alam semesta, “ Allah adalah cahaya langit dan bumi……” (An-Nuur : 35).

C. Langkah-langkah Melatih Kecerdasan Rohani
Untuk mencapai kedamaian hati sebagai upaya meningkatkan kecerdasan ruhani, kiranya harus secara kontinu dan penuh rasa harap serta bertanggung jawab untuk melatih jiwa, melalui enam langkah yaitu:

1. Rasa cinta (mahabbah) serta pemahaman sangat kukuh terhadap ruh tauhid (menjadikan satu-satunya Illah, tumpuan dan tujuan tempat seluruh tindakan diarahkan kepadaNya. Memandang Allah sebagai arah yang dituju. Menjadikan-Nya andalan dari segala andalan, atau bertawakal semata-mata kepada-Nya, sebagaimana yang sering kita wiridkan “ Hasbunallah wa ni’malwakil ni’mal maula wa ni’man nasir.” Cukup bagiku Allah tempat bagiku bersandar dan Dialah tempatku meminta pertolongan. Inti dari keimanan terletak pada rasa cinta kasih, kelembutan, dan pemaafan.

2. Merasakan kehadiran Allah (omni present). Memberikan kesadaran dan keyakinan yang membekas di hati bahwa Allah senantiasa hadir dan menyaksikan seluruh perbuatan bahkan bisikan hatinya. Kesadaran dalam dirinya selalu membisikan bahwa ada kamera Ilahi yang terus-menerus memantau, merekam dan mencatat secara akurat semua tindakannya di dunia ini.

3. Meyakini kesementaraan dunia dan keabadian akhirat. Merasakan dengan sangat bahwa hidup hanyalah kedipan mata dan fatamorgana. Apa yang di sisi manusia adalah fana’ (binasa) sedangkan di sisi Allah adalah baqa’ (kekal abadi).

4. Ingin menjadi teladan. Merasakan dan menghayati nilai-nilai akhlaqul karimah dengan membaca dan mengerti riwayat hidup Rasulullah, para sahabat dan orang-orang shaleh yang hidupnya selalu bersih dan mengabdi pada nilai-nilai kebenaran Ilahiah. Melakukan perjalanan ruhani dengan membaca berbagai hikmah sebagai nasihat hati.

5. Berprilaku sederhana. Menguji diri dengan cara mempraktekkan kehidupan yang zuhud, agar cahaya ruhaniyah tidak tenggelam dan diambil alih oleh nyala api hawa nafsu syahwati.
6. Memiliki rasa ingin tahu (curiousity) yang tinggi. Mempelajari, merenungkan dan meneliti dengan penuh rasa ingin tahu yang sangat mendalam terhadap kandungan Al-Qur’an, kemudian menjadikannya sebagai petunjuk yang memotivasi dirinya untuk bertindak.

Kecerdasan ruhani yang ditimbulkan oleh qalbu tidak datang dengan sendirinya, tetapi ia melalui proses, melalui liku-liku perenungan dan pengalaman yang mendalam, sehingga dawai kalbunya sangat sensitif karena sering dilatih dan mampu mendendangkan kebenaran. Perlu hasrat yang kuat (mujahadah) untuk melahirkan perjuangan batiniah yang terus menyala-nyala, sehingga hidupnya lebih kaya nilai, bermakna dan penuh kesadaran bahwa kebahagiaan sejati terletak pada perjalanan dan usahanya yang gigih.
Sesekali kita juga memerlukan keheningan agar mampu mendengar suara batin kita yang menyampaikan pesan Ilahi, sehingga dengan sadar dan jujur kita mau memeriksa dan mengadili perjalanan dan pengalaman hidup serta mengakui setiap kesalahan yang pernah diperbuat (muhasabah) untuk segera disucikannya kembali (tazkiyyatunnafs). Wallahu’alam.

0 comments:

Post a Comment